Pages

Kamis, 12 April 2012

'uqud (perikatan dan perjanjian)


 (Perikatan dan Perjanjian)
Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“FIQH MU’AMALAH”

 













Disusun oleh:
KELOMPOK   IV
1.   
Viki Dwi Cahya
(210609093)
2.   
Joko Susilo
(210609057)

         
                                     

Dosen Pengampu:
Amin Wahyudi,M.Ei.



JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PONOROGO 2012






BAB I
PENDAHULUAN

Fiqh muamalah merupakan segala peraturan yang diciptakan Allah SWT untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam hidup dan kehidupan. Ruang lingkup fiqh muamalah ada beberapa sesuai dengan pembagianya, salah satu dari ruang lingkup tersebut membahas tentang ‘uqud (perikatan dan perjanjian). ‘Uqud = ‘Aqad, Perkataan 'aqdu mengacu terjadinya dua perjanjian atau lebih, yaitu bila seseorang mengadakan janji kemudian ada orang lain menyetujui janji tersebut serta menyatakan pula suatu janji yang berhubungan dengan janji yang pertama, maka terjadilah perikatan dua buah janji ('ahdu) dari dua orang yang mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain disebut perikatan (‘Aqad).
Selain itu Aqad merupakan suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang atau lebih berdasarkan keridhaan masing-masing. Secara garis besar dalam materi ‘Aqad terdapat beberapa pembahasan yaitu:  Asal-usul ‘Aqad, pengertian ‘Aqad, rukun-rukun ‘Aqad, Syarat-syarat Aqad, macam-macam ‘Aqad, Ilzam dan Iltizam. Untuk pembahasan lebih lanjut tentang asal-usul ‘Aqad, pengertian ‘Aqad, rukun-rukun ‘Aqad, Syarat-syarat Aqad, macam-macam ‘Aqad, Ilzam dan Iltizam akan kami paparkan pada makalah ini.








BAB II
‘Uqud (Perikatan Dan Perjanjian)

A.  Asal Usul ‘‘Aqad
'‘Aqad adalah bagian dari macam-macam tasharruf yang dilakukan manusia, yang dimaksud dengan tasharruf ialah:[1]
كل ما يصدر من شخص باردته ويرتب عليه الشرع نتابح حقوقية
"Segala yang terbit dari seorang manusia dengan iradatnya dan syara' menetapkan beberapa haknya."
Tasharruf terbagi dua, yaitu tasharruf fi'li dan tasharruf qauli. Tasharruf fi'li ialah usaha yang dilakukan manusia dengan tenaga dan badannya, selain lidah,. misalnya memanfaatkan tanah yang tandus, menerima barang dalam jual beli. Tasharruf qauli ialah tasharruf yang keluar dari lidah manusia, tasharruf qauli terbagi dua yaitu 'aqdi dan bukan 'aqdi. Yang dimaksud tasharruf qauli 'aqdi ialah:
مايتكون من قولين من جانبين يرتبطان
Sesuatu yang dibentuk dari dua ucapan kedua belah pihak yang saling bertalian.”
Contohnya, jual beli, sewa-menyewa, dan perkongsian.
Tasharuf qauli bukan ‘aqli ada dua macam yaitu :
1.              Merupakan pernyataan pengadaan suatu hak atau mencabut suatu hak, seperti wakaf  dan memerdekakan.
2.      Tidak menyatakan suatu kehendak, tetapi dia mewujudkan tuntutan-tuntutan hak, misalnya gugatan, sumpah untuk menolak gugatan,

B.  Pengertian '‘Aqad
Menurut bahasa '‘Aqad mempunyai beberapa arti, antara lain:[2]
1.    Mengikat ( الربط ), yaitu
Mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya dengan yang lain sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi sebagai sepotong benda."
2.    Sambungan ( عقدة), yaitu:
الصوصل الذى يمسكهما ويوثقهما
"Sambungan yang memegang kedua ujung itu dan mengikatnya."
3.    Janji ( الهد ) sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an :
4n?t/ ô`tB 4nû÷rr& ¾ÍnÏôgyèÎ/ 4s+¨?$#ur ¨bÎ*sù ©!$# =ÅsムtûüÉ)­GßJø9$# ÇÐÏÈ
 (bukan demikian), Sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& ÏŠqà)ãèø9$$Î/ ÇÊÈ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janjimu
Istilah ‘ahdu dalam Al Qur’an mengacu kepada pernyataan sese­orang untuk mengerjakan sesuatu atau untuk tidak mengerjakan sesuatu dan tidak ada sangkut-pautnya dengan orang lain.
Perkataan 'aqdu mengacu terjadinya dua perjanjian atau lebih, yaitu bila seseorang mengadakan janji kemudian ada orang lain menyetujui janji tersebut serta menyatakan pula suatu janji yang berhubungan dengan janji yang pertama, maka terjadilah perikatan dua buah janji ('ahdu) dari dua orang yang mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain disebut perikatan (‘Aqad).
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa ‘Aqad mempunyai mencakup tiga tahap, yaitu : perjanjian, persetujuan dua buah perjanjian atau lebih dan perikatan
Menurut istilah (terminologi), yang dimaksud dengan akad adalah: Terikatan ijab dan qabul yang dibenarkan syara'' yang menetapkan keridhaan kedua belah pihak."
C.  Rukun-rukun '‘Aqad
rukun-rukun akad ialah sebagai berikut :
1.    'Aqid ialah orang yang beraka. terkadang masing-masing pihak terdiri dan satu orang, terkadkng terdiri dari beberapa orang,
2.    Ma'qud ‘alaih ialah benda-benda yang diakadkan
3.    Maudhu' al 'aqd ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad.
4.    Shighat al 'aqd ialah ijab dan qabul
Hal hal yang harus diperhatikan dalam shighat al-'Aqd ialah:
1.    Shighat al-'aqd harus jelas pengertiannya. Kata-kata dalam ijab qabul harus jelas dan tidak memiliki banyak pengertian.
2.    Harus bersesuaian antara ijab dan qabul
3.    Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang bersangkutan, tidak terpaksa dan tidak karena diancam atau ditakut-takuti oleh orang lain karena harus saling ridha.
Menurut Abdul Ghofur Anshori yang dikutip dari Ahmad Azhar Basyir mengemukakan, bahwa sighat akad dapat dilakukan secara lisan, tulisan, atau isyarat yang memberi pengertian dengan jelas tentang adanya ijab dan kabul. Adapun penjelasan beliau adalah sebagai berikut:[3]
1.    Sighat Akad secara Lisan.
Akad dipandang telah terjadi apabila ijab dan kabul dinyatakan secara lisan oleh pihak-pihak. Dengan catatan bahwa ucapan yang disampaikan mudah dipahami oleh para pihak atau orang yang dituju.
2.    Sighat Akad dengan Tulisan.
Ijab dipandang telah terjadi setelah pihak kedua menerima dan membaca surat dimaksud. Jika dalam ijab tersebut tidak disertai dengan pemberian tenggang waktu, kabul harus segera dilaku­kan dalam bentuk tulisan atau surat yang dikirim via pos. Bila disertai dengan pemberian tenggang waktu, kabul supaya dila­kukan sesuai dengan lama tenggang waktu tersebut.
3.    Sighat Akad dengan Isyarat
Dengan syarat orang tersebut tidak bisa berbicara dan tidak bisa menulis, akan tetapi jika ia bisa menulis dan ia melakukan akad dengan isyarat maka akadnya tidak sah.
4.    Sighat Akad dengan perbuatan.
Ini sering terjadi dalam dunia modern ini, yang terpenting ada­lah dalam akad itu jangan sampai terjadi semacam tipuan, kecohan, dan segala sesuatunya harus dapat diketahui dengan jelas.
D.  Syarat-syarat ‘Aqad
Setiap pembentuk ‘Aqad atau akad mempunyai syarat yang ditentukan syara' yang wajib disempurnakan, syarat syarat terjadinya akad ada dua macam.[4]
a.    Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad.
b.    Syarat syarat yang bersifat khusus. yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad. Syarat khusus ini bisa juga disebut syarat idhafi (tambahan) yang harus ada di samping syarat-syaral yang umum, seperti syarat adanya saksi dalam pernikahan.
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam berbagai macam akad.
1.    Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli).
2.    Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
3.    Akad itu diizinkan oleh syara', dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya walaupun dia bukan aqid yang memiliki barang.
4.    Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara', seperti jual beli mulasamah.
5.    Akad dapat memberikan faidah
6.    Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul. Maka bila orang yang berijab menarik kembali ijabnya sebelum kabul, maka batallah ijabnya.
7.    Ijab dan qabul mesti bersambung sehingga bila seseorang yang berijab sudah berpisah sebelum adanya kabul, maka ijab tersebut menjadi batal.
E.  Macam-macam 'Aqad
Setelah dijelaskan syarat-syarat akad, pada bagian ini akan dijelaskan macam-macam akad.
1.    '‘Aqad Munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksanaan akad ialah pernyataan yang tidak disertai dengan syarat-svarat dan tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan setelah adanya akad.
2.    'Aqod mu'alaq ialah akad yang di daiam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalarr. akad, misalnya penentuan penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah adanya pembayaran.
3.    '‘Aqad mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat mengenai penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan. Perkataan ini sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang telah ditentukan.
Perwujudan akad tampak nyata pada dua keadaan berikut.
1.    Dalam keadaan muwadha'ah (taljiah), yaitu kesepakatan dua orang secara rahasia untuk mengumumkan apa yang tidak sebenarnya.
2.    Hazl ialah ucapan-ucapan yang dikatakan secara main-main. mengolok-olok (istihza) yang tidak dikehendaki acanya akibat hukum dari akad tersebut.
Selain akad munjiz, mu'alaq, dan mudhaf, macam-macam akad beraneka ragam tergantung dari sudut tinjauannya. Karena ada perbedaan-perbedaan tinjauan, akad akan ditinjau dari segi-segi berikut.
1.    Ada dan tidaknya qismah'pada akad, maka akad terbagi dua bagian:
a)    Akad musammah, yaitu akad yang telah ditetapkan syara' dan telah ada hukum-hukumnya, seperti jual beli, hibah. dan ijarah.
b)   Akad ghair musammah ialah akad yang belum ditetapkan oleh syara dan belum ditetapkan hukum-hukumnya
2.    Disyari'atkan dan tidaknya akad. ditinjau dari segi ini akad terbagi dua bagian:
a)    Akad musyara'ah ialah akad-akad yang dibenarkan oleh syara' seperti gadai dan jual beli.
b)   Akad mamnu'ah ialah akad-akad yang dilarang syara seperti menjual anak binatang dalam perut induknya.
3.    Sah dan batalnya akad, ditinjau dari segi ini akad terbagi menjadi dua:
a)    Akad sliahihah, yaitu akad-akad yang mencukupi persya- ratannya, baik syarat yang khusus maupun syarat yang umum.
b)   Akad fasihah, yaitu akad-akad yang cacat atau cedera karena kurang salah satu syarat syaratnya, baik syarat umum maupun syarat khusus, seperti nikah tanpa wali.
4.    Sifat bendanya, ditinjau dari sifat ini benda akad terbagi dua:
a)    Akad 'ainiyah, yaitu akad yang disyaratkan dengan penyerahan barang-barang seperti jual beli.
b)   Akad ghair 'ainiyah yaitu akad yang tidak disertai dengan penyerahan barang-barang, karena tanpa penyerahan barang- barang pun akad sudah berhasil, seperti akad amanah.
5.    Cara melakukannya, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a)    Akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu seperti akad pernikahan dihadiri oleh dua saksi, wali, dan petugas pencatat nikah.
b)   Akad ridha'iyah, yaitu akad-akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu dan terjadi karena keridhaan dua belah pihak, seperti akad pada umumnya.
6.    Berlaku dan tidaknya akad, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a)    Akad nafidzah yaitu akad yang bebas atau terlepas dari penghalang-penghalang akad.
b)   Akad mauqufah yaitu akad-akad yang bertalian dengan persetujuan-persetujuan, seperti akad fudhuli (akad yang berlaku sctelah disetujui pemilik harta").
7.    Luzum dan dapat dibatalkannya, dari segi ini akad dapat dibagi empat:
a)    Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat dipindahkan seperti akad kawin, manfaat perkawinan tidak bisa dipindahkan kepada orang lain, seperti berse- tubuh, tapi akad nikah dapat diakhiri dengan cara yang dibenarkan syara' seperti talak dan khulu'.
b)   Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak dan dapat dipindahkan dan dirusakkan, seperti persetujuan jual beli dan akad-akad lainnya.
c)    Akad lazim yang menjadi hak salah satu pihak, seperti rahn, orang yang menggadai sesuatu benda punya kebebasan kapan saja ia akan melepaskan rahn atau menebus kembali barangnya.
d)   Akad lazimah yang menjadi hak dua belah pihak tanpa me- nunggu persetujuan salah satu pihak, seperti titipan boleh diminta oleh yang menitipkan tanpa menunggu persetujuan yang menerima titipan atau yang menerima titipan boleh mengembalikan barang yang dititipkan kepada yang menitip­ kan tanpa menunggu persetujuan dari yang menitipkan.
8.    Tukar-menukar hak, dari segi ini akad dibagi tiga bagian:
a)    Akad mu'awadlah, yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik seperti jual beli.
b)   Akad tabarru'at, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan pertolongan, seperti hibbah.
c)    Akad yang tabaru'at pada awalnya dan menjadi akad mu'awadhah pada akhirnya seperti qaradh dan kafalah.
9.    Harus dibayar ganti dan tidaknya, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga bagian:
a)    Akad dhaman, yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua sesudah benda-benda itu diterima seperti qaradh.
b)   Akad amanah yaitu tangguns iawab kerusakan oleh pemilik benda, bukan oleh yang memegang barang, seperti titipan (Ida').
c)    Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu segi rnerupakan dhaman. menurut segi yang lain merupakan amanah. seperti rahn (gadai).
10.    Tujuan akad, dari segi tujuannya akad dapat dibagi menjadi lima golongan:
a)    Bertujuan tamlik, seperti jual beli.
b)   Bertujuan untuk mengadakan usaha bersama (perkongsian) seperti syirkah dan mudharabah.
c)    Bertujuan tautsiq (memperkokoh kepercayaan) saja, seperti rahn dan kafalah.
d)   Bertujuan menyerahkan kekuasaan, seperti wakalah dan washiyah.
e)    Bertujuan mengadakan pemeliharaan, seperti ida' atau titipan.
11.    Faur dan istimrar, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a)    Akad fauriyah yaitu akad-akad yang. dalam pelaksanaannya tidak memerlukan waktu yang lama, pelaksanaan akad hanya sebentar saja. seperti jual beli.
b)   Akad istimrar disebut pula akad zamaniyah, yaitu hukum akad terus berjalan. seperti i'arah.
12.    Asliyah dan thabi'iyah, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a)    Akad asliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya sesuatu dari yang lain, seperti jual beli dan i'arah.
b)   Akad thahi'iyah yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti adanya rahn tidak dilakukan bila tidak ada utang.
F.   Ilzam dan Iltizam
Ilzam ialah pengaruh yang umum bagi setiap akad. Ada juga yang menyatakan bahwa ilzam ialah ketidakmungkinan bagi yang melakukan akad untuk mencabut akadnya secara sepihak tanpa persetujuan pihak yang lain. Iltizam ialah keharusan mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu untuk kepentingan orang lain. Ada juga yang menyatakan bahwa iltizam ialah:
"Seseorang yang dibebani pekerjaan menurut syara 'untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkan sesuatu untuk kemaslahatan orang lain."





BAB III
PENUTUP

a.    Kesimpulan
'‘Aqad adalah bagian dari macam-macam tasharruf yang dilakukan manusia, Pengertian '‘Aqad dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa ‘Aqad mempunyai mencakup tiga tahap, yaitu : perjanjian, persetujuan dua buah perjanjian atau lebih.
Rukun-rukun '‘Aqad : Aqid ialah orang yang beraka. terkadang masing-masing pihak terdiri dan satu orang terkadang terdiri dari beberapa orang, Ma'qud ‘alaih ialah benda-benda yang diakadkan, Maudhu' al 'aqd ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad.
Shighat al 'aqd ialah ijab dan qabul.
Syarat-syarat ‘Aqad, Setiap pembentuk ‘Aqad atau akad mempunyai syarat yang ditentukan syara' yang wajib disempurnakan, syarat syarat terjadinya akad ada dua macam, yaitu :  Syarat-syarat yang bersifat umum dan Syarat syarat yang bersifat khusus
Macam-macam 'Aqad, ada beberapa macam-macam Aqad yaitu : '‘Aqad Munjiz , 'Aqod mu'alaq ,'‘Aqad.
Ilzam dan Iltizam, Ilzam ialah pengaruh yang umum bagi setiap akad. Iltizam ialah keharusan mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu untuk kepentingan orang lain. Ada juga yang menyatakan bahwa iltizam ialah:
b.   Saran
Demikian paparan dari makalah kami, mengenai : Asal-usul ‘Aqad, pengertian ‘Aqad, rukun-rukun ‘Aqad, Syarat-syarat Aqad, macam-macam ‘Aqad, Ilzam dan Iltizam dari materi ‘Uqud. Kami kira bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, sehingga demi kesempurnaan isi makalah ini sekirannya dari Bapak Dosen dan dari teman-teman sekalian atas sarannya kami ucapkan banyak terima kasih.






Daftar Pustaka

Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta : Raja Gravindo Persada, 2002.
Ghofur Anshori, Abdul Hukum. Perjanjian Islam di Indonesia. Yogyakarta : Gadjaj Mada University Press, 2010.
Ahs Shiddieqy, Habsyi. Fiqih Mu’amalah. Yokyakarta : Bulan Bintang, 1971.




[1] Habsyi Ahs Shiddieqy, Fiqih Mu’amalah (Yokyakarta : Bulan Bintang, 1971),  31
[2] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta : Raja Gravindo Persada, 2002), 44
[3] Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Yogyakarta : Gadjaj Mada University Press, 2010),  28
[4] Suhendi, Muamalah , 49

0 komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text