Perlombaan
A. Pengertian
Perlombaan dalam bahasa arab disebut dengan musabaqah. Perlombaan disyariatkan karena termasuk olahraga yang terpuji.
Asal perlombaan adalah dibolehkan. Hal ini dibuktikan dalam beberapa hadits dan juga klaim ijma’ (kesepakatan para ulama). Apalagi jika lomba tersebut sebagai persiapan untuk jihad seperti lomba memanah atau pacuan kuda, para ulama sepakat akan sunnahnya, bahkan hal ini adalah ijma’ (kesepakatan) mereka. Bahkan kadangkala hukum melakukan lomba memanah dan pacuan kuda bisa jadi wajib (fardhu kifayah) di kala diwajibkannya jihad.
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat” (QS. Al Anfal: 60).
Yang dimaksud dengan kekuatan apa saja, ditafsirkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan memanah (HR. Muslim no. 1917).
B. Syarat-syarat Sah Perlombaan:
a. Menentukan jenis kendaraan dengan mata kepala.
b. Kendaraan yang dipergunakan untuk berlomba harus sama, seperti kuda arab dengan kuda arab dsb.
c. Jaraknya harus ditentukan.
d. Bila ada hadiah, maka hadiah itu harus mubah dan diketahui.
e. Tidak boleh ada unsur perjudian.
C. Hukum Perlombaan
Dan hukumnya selalu berubah-ubah tergantung kegiatannya. Hukum musabaqah ada tiga macam. Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “perlombaan ada tiga macam:
1. Perlombaan yg dicintai oleh Alloh سبحانه وتعالى dan RasulNya صلى الله عليه وسلم seperti lomba berkuda, memanah dan sebagainya yg tujuannya adalah persiapan utk jihad. dasarnya adalah sabda Nabi صلى الله عليه وسلم: “Tidak ada perlombaan kecuali pada khuff (unta) atau panah atau hafir (kuda)”. (HR yg lima). Madzhab hanafiyah memasukkan dalam golongan ini perlombaan menghafal Al Qur’an, hadits dan fiqih dan dipilih oleh syaikhul islam ibnu Taimiyah.
2. Perlombaan yg dibenci oleh Allah سبحانه وتعالى dan RasulNya صلى الله عليه وسلم yaitu yang dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan dan menghalangi dari dzikir kepada Alloh سبحانه وتعالى dan shalat. Seperti maen kartu remi dsb.
3. Perlombaan yang tidak dicintai oleh Alloh سبحانه وتعالى tidak juga dimurkai, hukumnya mubah seperti lomba lari, lomba renang, adu gulat dsb.
Hukum Perlombaan Berhadiah. Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata: “Mengambil ‘iwadl (hadiah) dalam perlombaan ada tiga macam:
a. Perlombaan yang diperbolehkan tanpa hadiah dan tidak boleh mengambil hadiah seperti perlombaan balap mobil, perahu dsb.
b. Perlombaan yang tidak boleh dilakukan baik dengan hadiah maupun tanpa hadiah, yaitu setiap perlombaan yg menjerumuskan kepada dosa dan permusuhan.
c. Perlombaan yang diperbolehkan baik dengan hadiah ataupun tidak, yaitu perlombaan dalam memanah, berkuda dan unta sebagaimana ditunjukkan oleh hadits di atas.
Hukum Mengeluarkan Harta (hadiah) Dalam Perlombaan. Para ulama menyebutkan tiga keadaan:
a. Hadiah dari gubernur atau yang semacamnya. Hukumnya boleh dengan ijma para ulama.
b. Hadiah dari salah satu peserta lomba, seperti si A berkata kepada kpd si B: ayo lawan aku dalam perlombaan, jika kamu menang saya akan memberikan hadiah untukmu, dan jika kamu kalah maka kamu tidak ada kewajiban apa-apa. Hukumnya juga boleh menurut seluruh ulama kecuali yg diriwayatkan dari Al Qasim bin Muhammad. Namun yang shahih boleh karena ini sama dengan hadiah dan tidak ada makna perjudian.
c. Hadiah dari semua peserta, dimana setiap peserta mengeluarkan uang dan yang menang mengambil semua uang tsb. Hukumnya: terjadi khilaf para ulama: jumhur menyatakan haram kecuali bila ada pihak ketiga yang disebut muhallil, alasannya karena ini adalah bentuk perjudian karena hakikat perjudian adalah seseorang berada diantara untung atau rugi. Dan ini ada dalam perlombaan seperti itu.
Namun untuk perlombaan yang dicintai oleh Allah dan Rasul Nya yaitu perlombaan yang mendukung jihad seperti lomba memanah, dan berkuda, syaikhul islam membolehkannya secara mutlak, dan beliau memandang bahwa itu pengecualian dari perjudian karena mashlahatnya besar.
Perlombaan yang tanpa pertaruhan diperbolehkan hal ini karena sudah kesepakatan para ulama. Perlombaan yang menggunakan pertaruhan di bagi menjadi 2 yaitu pertaruhan yang diharamkan dan pertaruhan yang dihalalkan. Diharamkan apabila salah satu menang memperoleh hadiah dan yang kalah berutang kepada temannya hal seperti ini sama dengan perjudian. Sedangkan perlombaan yang dihalalkan adalah sebagai bertikut :
a. dibolehkan mengambil hadiah apabila hadiah itu dari penguasa atau yang lain.
b. Hadiah dikeluarkan dari salah satu pihak yang berlomba
c. Petaruh itu boleh diambil apabila datang dua orang yang berlomba atau beberapa pihak yang berlomba, sementara diantara mereka terdapat salah atau salah satu pihak itu menerima hadiah itu bila dia menang dan tidak berhutang apabila ia kalah.
D. Jenis Permainan
1) Bermain nard
Jumhur ulama bermain nard (sejenis dadu) adalah kharam. Mereka menyatakan haram karena sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad dan Abu Dawud dari Buraidah r.a.,dari Rasulullah yang artinya “barangsiapa bermain nadr syir, maka seolah-olah orang itu mencelupkan tangannya kedalam daging dan darah babi.” . Al-Syaukani berkata bahwa bermain nard adalah ahala (boleh) apabila tidak dibarengi denagn taruhan. Pendapat itu diriwayatkan dari Ibnu Mughaffal dan Ibnu Musayyab.
2) Bermain catur
Bermain catur masih perbincangan karena ada yang emegatakan aharam,adanya yang mengatakan boleh dan ada yang emnagtakan makruh,. Dan orang-orang yang mengtaakan bermain catur boleh berpendapat bahwa :
a. tidak melalaikan kewajiban agama
b. tidak dicampuri dengan taruhan
Perlombaan dengan taruhan asalnya masih dibolehkan. Namun yang dibolehkan di sini adalah khusus pada lomba tertentu, tidak untuk setiap lomba. Jumhur berpendapat tidak bolehnya lomba dengan taruhan selain pada lomba memanah, pacuan kuda, dan pacuan unta. Demikian pula dikatakan oleh Az Zuhri.
Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa lomba hanya boleh dalam empat hal, yaitu lomba pacuan kuda, pacuan unta, memanah dan lomba lari sebagaimana keterangan di atas.
Ulama Syafi’iyah meluaskan lagi perlombaan yang dibolehkan dengan taruhan pada setiap lomba yang nanti berperan serta dalam jihad. Adapun lomba adu ayam, burung, dan domba tidaklah termasuk dalam hal ini dan jelas tidak dibolehkan karena bukan termasuk sarana untuk jihad (Disarikan dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah). Imam Nawawi dalam Minhajul Thalibin berkata, “Segala lomba yang mendukung peperangan (jihad) dibolehkan dengan taruhan.”
Termasuk pula lomba yang dibolehkan dengan taruhan adalah lomba hafalan Qur’an dan lomba ilmiah dalam agama.
Ibnul Qayyim rahimahullah ditanya, “Apakah boleh melakukan perlombaan menghafal Al Qur’an, hadits, fikih dan ilmu yang bermanfaat lainnya yang ditentukan manakah yang benar manakah yang salah dan perlombaan tersebut menggunakan taruhan?” Kata Ibnul Qayyim, “Pengikut Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Asy Syafi’i melarang hal tersebut. Sedangkan ulama Hanafiyah membolehkannya. Guru kami, begitu pula Ibnu ‘Abdil Barr dari ulama Syafi’iyah membolehkan hal ini. Perlombaan menghafal Qur’an tentu saja lebih utama dari lomba berburu, bergulat, dan renang. Jika perlombaan-perlombaan tadi dibolehkan, maka tentu saja perlombaan menghafal Al Qur’an (dengan taruhan) lebih utama untuk dikatakan boleh.” (Al Furusiyah, Ibnul Qayyim, hal. 318)
Ibnul Qayyim di tempat lain berkata, “Jika taruhan dibolehkan dalam memanah, pacuan kuda dan pacuan kita karena terdapat dorongan untuk belajar pacuan dan sebagai persiapan untuk jihad, maka tentu saja lomba dalam hal ilmu diin (agama) dan penyampaian hujjah padahal dengan itu akan membuka hati dan memuliakan Islam, maka itu lebih layak dibolehkan.” (Al Furusiyah, Ibnul Qayyim, hal. 97)
X Bentuk Taruhan
Untuk lomba yang dibolehkan dengan taruhan seperti yang disebutkan sebelumnya, ada syarat taruhan yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Taruhan harus jelas dalam hal jumlah dan sifat (ciri-ciri).
2. Boleh taruhan dibayarkan saat lomba atau boleh sebagiannya ditunda (dicicil).
3. Taruhan tersebut bisa jadi ditarik dari salah satu peserta dari dua peserta yang ikut lomba. Salah satunya mengatakan, “Jika engkau mengalahkan saya dalam lomba memanah, maka saya berkewajiban memberimu Rp.100.000”. Ini dibolehkan dan tidak ada khilaf di antara para ulama dalam pembolehan bentuk taruhan semacam ini. Namun ingat sekali lagi bentuk ini berlaku antara dua orang atau dua kelompok.
4. Taruhan tersebut bisa pula ditarik dari pihak lain semisal dari imam yang diambil dari kas Negara (baitul maal). Karena lomba semacam ini jelas manfaatnya dan turut membantu dalam pembelajaran jihad sehingga bermanfaat luas bagi orang banyak.
Bisa pula taruhan tersebut berasal dari iuran peserta (yang lebih dari dua peserta), seperti masing-masing misalnya menyetorkan iuran awal sebesar Rp.100.000 dan hadiah untuk pemenang akan ditarik dari iuran tersebut. Bentuk ketiga ini disebut rihan (taruhan). Jumhur ulama tidak membolehkan taruhan semacam ini karena ada pihak yang rugi dan ada yang beruntung. [Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 24: 128-129]
c. tidak muncul ditengah permainan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Allah.
Sumber :
Suhendi,Hendi. Fikih Muamalah. Jakarta : Raja Gravindo, 2010
http://d3ps.blogspot.com/2009/03/fiqh-muamalah-bab-i-pengertian-muamalah.html, diakses 05 Mei 2012
http://bbmassunnah914.wordpress.com/2011/01/02/fiqih-musabaqah-perlombaan/, diakses 05 Mei 2012
http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal/4034.html, diakses 05 Mei 2012
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/taruhan-dan-judi-dalam-lomba.html, diakses 05 Mei 2012
0 komentar:
Posting Komentar